Pembekalan Panglima TNI Di Rakernas Senkom

Bela negara


Senkomsidoarjo.or.id | Jakarta 5/12/2018 Pembekalan Materi Rakernas Senkom dari Panglima TNI, Hadi Tjahjanto, S.I.P.
"Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan perkenan-Nya, kita semua diberi kesempatan untuk berkumpul dalam rangka menghadiri Rapat Kerja Nasional Senkom Mitra Polri".





Saya merasa sangat terhormat diberi kesempatan untuk mengetengahkan materi Pembekalan yang saya beri judul Pancasila Untuk Persatuan Demi Indonesia Emas. Saya juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada panitia atas kehormatan untuk dapat berbagi pandangan di hadapan forum yang sangat membanggakan ini.  

Saya ingin sedikit mengulas sejarah, di mana kedaulatan negara Indonesia secara defacto lahir bersama pernyataan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari sesudahnya yakni pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia secara tuntas menegakkan kedaulatannya secara yuridis, melalui pengesahan Undang-undang Dasar 1945.


Beranjak dari realita tersebut, maka baik pernyataan proklamasi maupun UUD 1945, pada hakekatnya merupakan tonggak sejarah utama, berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Adapun Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan nilai-nilainya terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945, menjadi dasar, falsafah, dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang berdaulat, terbebas dari penjajahan bangsa lain. Oleh karenanya, Pancasila merupakan nilai-nilai dari kedaulatan bangsa dan negara Indonesia.


Sila-sila Pancasila mencerminkan nilai-nilai kedaulatan bangsa Indonesia, baik sebagai individu maupun secara kolektif dalam ber-Ketuhanan, berperikemanusia-an, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, berdemokrasi, serta hidup berkeadilan sosial.


Indonesia sebagai negara memang tergolong muda; namun secara historis, Indonesia sebagai bangsa telah mendiami kepulauan nusantara selama ribuan tahun dan mencapai peradaban yang tinggi.


Sejarah mencatat kerajaan-kerajaan nusantara, seperti Majapahit dan Sriwijaya, pernah mencapai masa keemasan, dengan pengaruh melebihi luas negara Indonesia saat ini. Kerajaan-kerajaan besar tersebut tidak hanya kuat di dalam negeri, dalam mengawal kedaulatan dan menjaga kesejahteraan rakyatnya, tetapi juga disegani dan diakui oleh kerajaan-kerajaan lain.


Perkembangan bangsa Indonesia tersebut mengalami banyak dinamika; yaitu masuknya pengaruh asing yang memberangus kemerdekaan yang telah ada di wilayah nusantara.
Pada periode ini, bangsa Indonesia disegenap penjuru nusantara merasakan pahit getirnya penjajahan. Kedaulatan sebuah bangsa yang seharusnya menjadi tuan rumah di tanah airnya sendiri, telah dirampas oleh kekejaman imperialis dan kolonialis hingga ratusan tahun lamanya.


Meski sedemikian buruk kenyataan yang harus dihadapi saat itu; namun terdapat serangkaian hikmah yang dapat dipetik. Hikmah utamanya adalah perasaan senasib dan sepenanggungan yang menjadi pondasi kebangsaan Indonesia.


Hikmah berikutnya yang tumbuh dari perasaan senasib dan sepenanggungan itu adalah, semangat persatuan dan kesatuan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan.  Lebih jauh lagi, hikmah yang diperoleh juga memberikan keinsyafan bahwa kemerdekaan haruslah memberikan kedaulatan yang paripurna, yaitu kesejahteraan terhadap seluruh rakyat baik secara lahir maupun batin.


Ketiga hikmah inilah yang pada akhirnya, menjadi filosofi yang selanjutnya dikristalisasi sebagai nilai-nilai luhur bangsa, yaitu Pancasila.
Setiap bangsa yang sedang berkembang, memerlukan pranata kehidupan yang lebih baik, guna mencapai sebuah cita-cita besar.


 Pranata kehidupan itu adalah upaya mempertahankan eksistensi sembari mengembangkan diri, dan berjuang mewujudkan cita-citabesar tersebut.
Upaya tersebut menjadi relatif lebih sulit, manakala suatu bangsa mempunyai tingkat keberagaman primordialistik yang tinggi.


 Heterogenitas yang didasarkan atas sentimen primordial sangat rawan menimbulkan konflik, dan berujung pada pertikaian yang tidak rasional.Dalam sejarahnya, perbedaan primordial yang dijadikan sarana memperoleh kekuasaan; menjadi awal dan penyebab perang saudara yang berdarah dan saling mematikan.
Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, sangat beruntung karena mempunyai modal sosial dan modal sejarah yang kuat. Meski melalui negosiasi yang panjang dan melelahkan; para pendiri bangsa berhasil merumuskan suatu pemikiran besar, yang sarat dengan nilai-nilai mulia sebagai pandangan hidup, ideologi dan falsafah bangsa. Titik kulminasi dari proses tersebut adalah lahirnya Pancasila.  Dan oleh karenanya, Pancasila merupakan kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya.


Berdasarkan teori berdirinya suatu negara; maka kedaulatan merupakan prasyarat utama yang memiliki tiga sifat sebagai berikut:
Pertama, bersifat memaksa, yang berarti bahwa kedaulatan negara merupakan kekuatan fisik untuk memaksakan kehendaknya secara legal.


Kedua, bersifat monopoli, hal ini berarti kedaulatan negara adalah, segala kewenangan untuk menetapkan tujuan bersama dalam masyarakatnya.
Ketiga, bersifat menyeluruh, yang bermakna bahwa, kedaulatan negara mencakup hukum yang ada, berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.
Mengacu pada sifat kedaulatan negara yang sedemikian kuat, maka kunci utama penyelenggaraan negara sangat bergantung pada siapayang memegang kedaulatan tersebut. Jika kedaulatan negara dipegang oleh seorang raja, maka negara tersebut berbentuk monarki.


Jika kedaulatan tersebut dikelola oleh sekelompok orang, maka yang terbentuk adalah oligarki.  Sementara bila kedaulatan itu sepenuhnya dikembalikan kepada rakyat; maka negara tersebut menjadi sebuah negara demokrasi.  Bentuk demokrasi inilah yang umumnya dianut oleh banyak negara didunia.


Kendati demikian, meski suatu negara menyandang nama demokrasi, negara tersebut tidak selalu berjalan atas prinsip demokrasi. Bahkan tidak jarang, dalam perjalanannya berubah bentuk menjadi diktatorial ataupun otoritarian.
Sedangkan Indonesia sendiri, dengan berbekal kesadaran penuh bahwa kemerdekaan merupakan hasil perjuangan segenap rakyat Indonesia, bersepakat kedaulatan berada di tangan rakyat, dan berkeyakinan demokrasi merupakan bentuk yang paling ideal untuk mencapai cita-cita luhur bangsa.


Berbekal pemahaman yang utuh akan nilai-nilai luhur Pancasila, pelaksanaan kedaulatan adalah sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

  Pada tataran implementasi, demokrasi Pancasilasudah tercermin dari sila-sila didalamnya.
Sebagai contoh; dalam setiap pengambilan keputusan politik yang bersifat strategis, maka keputusan tersebut tidak boleh lepas dari keinsyafan manusia, yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, kebijakan dan keputusan tersebut harus memenuhi prinsip-prinsip kemanusiaan, serta tidak merusak sendi-sendi persatuan bangsa.  

Lebih jauh lagi; mekanisme pengambilan keputusan seyogyanya mencerminkan hasil permufakatan, yang mengandung hikmat serta berisi kebijaksanaan. Dan hasil yang diperoleh dari keputusan tersebut; haruslah berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Melalui koridor nilai-nilai Pancasila tersebut, maka penyelenggaraan pemerintahan akan memenuhi marwah demokrasi yang sejati, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan sebesar-besarnya untuk rakyat.  Hal ini selaras dengan nafas kedaulatan yang bersifat mawas kedalam, bahwa perangkat negara pada dasarnya adalah pelayan, bagi kepentingan bangsa yang lebih besar.


Pada konteks lainnya, kedaulatan dalam negara demokrasi, memiliki penghargaan terhadap hak-hak individu dalam masyarakat. Hak-hak tersebut harus terus dijamin dan tidak boleh direduksi secara sewenang-wenang oleh kekuasaan.
Oleh karena itu sekali lagi, Pancasila adalah nilai-nilai kedaulatan negara demokrasi, yang akan menjadi tuntunan, untuk mewujudkan terciptanya suatu masyarakat yang aman, tentram, damai serta berkeadilan.


Dengan demikian, Pancasila merupakan dasar dan sumber hukum yang akan menjadi determinan, terhadap eksistensi Indonesia, baik untuk masa kini maupun masa depan.
Disamping menyadari makna penting kedaulatan yang mawas kedalam; maka kedaulatan juga bersifat mawas keluar. Kedaulatan memberikan Indonesia sebagai negara dengan entitas, identitas serta integritas yang setara dengan bangsa-bangsa lain didunia. Indonesia adalah negara berdaulat, yang diakui dalam komunitas internasional, dengan Pancasila sebagai dasar negara dan menjadi identitasnya.


Pancasila sebagai indentitas tidak boleh direduksi, atau dikaburkan nilai-nilainya, dengan berbagai anasir lain yang bukan berasal dari nilai-nilai luhur bangsaIndonesia. Kondisi ini harus terus dipelihara dan dipertahankan, agar Indonesia mampubertahan menghadapi gempuran, pengaruh-pengaruh asing yang bersifat intrusif.


Bila kedaulatan negara secara eksternalruntuh (fail state), maka kedaulatan domestiknya pun turut terancam, karena warga negara tersebut akan cenderung mencari negara lain yang lebih kuat dan mampu melindungi mereka.  
Dalam kondisi ini, maka apa yang dikatakan Carl Schmitt dalam mendukung paham hobbesian,bahwa; "protego ergo obligo" merupakan padanan dari paham kartesian "cogito ergo sum", yang berarti "kedaulatan negara terletak pada perlindungan atas warganya."


Mengacu pada hal tersebut; maka lagi-lagi logika yang dapat dibangun pada kerangka filosofis dasar negara, menunjukan bahwa mempertahankan tegaknya Pancasila, adalah sama halnya dengan mempertahankan kedaulatan negara Indonesia itu sendiri.


Selanjutnya akan saya jelaskan tentang dinamika ancaman global kekinian, yang berpotensi menafikan nilai-nilai Pancasila dan kedaulatan bangsa. Saat ini kita sedang berada di era revolusi industri 4.0.
Sebuah era yang ditandai dengan inovasi disruptif, yang menggantikan tatanan lama dengan tatanan baru yang jauh berbeda.


Revolusi industri ini memanfaatkan kemajuan teknologi digital, analisis data, dan computing power.
Ketidakmampuan untuk beradaptasi, mengejar dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan kesenjangan.


Di satu sisi terdapat keberlimpahan atauabundancetetapi di sisi lain terdapat kekurangan atau bahkan krisis. Kondisi ini berpotensi untuk memicu konflik horizontal maupun vertikal di masyarakat.
Fenomena yang muncul adalah lahirnya paham-paham kekecewaan seperti ekstrimisme, radikalisme dan populisme.


Fenomena kekinian itu saling mengamplifikasi satu sama lain yang pada tataran tertentu berubah menjadi ancaman yang sulit diukur baik secara kualitas maupun kuantitas efek kerusakan yang ditimbulkannya.


Terkait dengan Pancasila dan ideologi negara, maka fenomena yang dapat dijadikan indikator adalah bahwa, ancaman-ancaman tersebut nyata, diantaranya bahkan merupakan fenomena hiper-realitas. Sesuai dengan karakternya, hiper-realitas menciptakan kepalsuan yang berbaur dengan orisinalitas, masa lalu bercampur dengan masa kini; fakta bersilang sengkarut dengan rekayasa; simbol, gambar dan kata-kata menyatu dengan kenyataan; kebohongan berdifusi dengan kebenaran.
Prinsip-prinsip kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu dan realitas membaur menjadi satu; sehingga pada sebagian masyarakat tercipta kebingungan untuk mencerna, mana yang benar dan mana yang palsu.


Hal ini tentu saja akan menjadi kontra produktif; mengingat rakyat memerlukan bukti konkrit bahwa demokrasi adalah sistem yang lebih baik, dalam memperhatikan nasib rakyat dibandingkan dengan sistem-sistem yang lain.


Perkembangan yang mengkuatirkan adalah, adanya upaya untuk memecah belah bangsa Indonesia, yang sejatinya telah direkatkan begitu lama, oleh Pancasila dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.


Pada dua kali Pilkada yang lalu kita lihat bersama betapa dunia maya digunakan untuk menyuarakan politik identitas, politik yang memecah belah anak bangsa. Padahal pendiri bangsa ini dengan susah payah telah merumuskan persatuan dan kesatuan Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.


Harus kita sadari bersama bahwa pendiri negara ini telah meletakkan sebuah landasan yang kokoh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Para founding fathers telah merumuskan Pancasila menjadi dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan kita.


Bahkan lebih awal lagi Sumpah Pemuda pada tahun 1928, sebelum kita merdeka, telah merumuskan persatuan dan kesatuan bangsa dalam bentuk satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, dan satu Bahasa Indonesia.
Kita tidak ingin pesta demokrasi tersebut justru membuat kita mundur ke belakang. Kita tidak ingin apa yang sudah dengan susah payah, penuh dengan pengorbanan jiwa raga para pahlawan bangsa, justru dihancurkan pondasinya.


Saat-saat dimana para generasi penerus perjuangan seharusnya mengisi kemerdekaan dengan pembangunan tidak boleh dibiarkan terganggu dengan perpecahan.


Oleh karena itu, pengamalan Pancasila secara tepat dan bijaksana merupakan syarat mutlak demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti, legitimasi Pancasila sama halnya dengan legitimasi kedaulatan negara Indonesia itu sendiri.


Pada bagian akhir dari pembekalan ini, saya menegaskan kembali bahwa, keberadaan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia bukan sekadar jargon yang tanpa makna.


Pancasila lahir dari kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa yang hakiki. Pancasila berisi kebenaran dan pembuktian; bahwa hanya dengan memedomani dan mengamalkan sila-sila didalamnya, eksistensi Indonesia tetap dapat dipertahankan dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang mendera.


Perkembangan dinamika ancaman global yang terjadi belakangan ini; seringkali menjadi batu sandungan, bagi terwujudnya cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk menjadi lebih baik.  Oleh karenanya; berbagai fenomena yang cenderung mereduksi, atau merusak marwah Pancasila sebagi ideologi negara; seharusnya perlu terus untuk diwaspadai dan diantisipasi.
Indonesia dalam beberapa dekade mendatang akan mengalami bonus demografi.


Penduduk usia produktif, usia angkatan kerja akan lebih besar. Hal itu merupakan peluang emas sekaligus tantangan karena bila tidak disiapkan sejak dini justru akan menjadi beban sosial, tidak hanya bagi Pemerintah tetapi juga bagi masyarakat luas.

Diperlukan penyiapan sumber daya manusia sejak dini, sejak sekarang, agar pada dekade-dekade mendatang kita memiliki generasi yang berkualitas, produktif, dan mampu bersaing secara internasional. Disadari atau tidak, negara-negara tetangga yang sepuluh tahun lalu tertinggal, saat ini sudah mulai menunjukkan keunggulannya. Bila berpangku tangan, bukan tidak mungkin kita justru tertinggal.


Masa-masa mendatang adalah masa-masa yang sangat berharga bagi kita semua. Generasi muda harus menyiapkan  bekal awal untuk mengabdidan berperan di tengah-tengah masyarakat kelak.
Tahun-tahun mendatang akan menjadi penentu masa depan, tidak hanya perseorangan tetapi juga bangsa dan negara ini. Bekal berupa pengetahuan, ketrampilan, serta kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam meniti karier sesuai bakat, minat, dan cita-cita masing-masing.


Akhirnya, saya selaku pribadi dan selaku Panglima TNI, ingin menggugah rasa kebangsaan dari seluruh hadirin sekalian, terutama Para Anggota Senkom Mitra Polri.  Saya mengajak diri saya pribadi dan anda-anda semua, untuk terus menggali dan mengamalkan nilai-nilai universal Pancasila, tanpa ada batas dan sekat suku bangsa, agama, maupun ras.
Sebagai bagian dari bangsa yang besar, hendaknya kita senantiasa teguh pada tujuan pada cita-cita yang lebih besar; yaitu mencapai kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara Indonesia.


TNI hanyalah bagian kecil dari segenap komponen bangsa Indonesia. TNI tidak bisa sendiri, dalam mempertahankan kedaulatan negeri ini. TNI lahir dan besar dari rakyat, semangat TNI adalah semangat anda semua, para hadirin yang secara historis, juga turut membentuk Tentara Nasional Indonesia.


Untuk itu, marilah kita bersama-sama, bahu-membahu menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, untuk menjaga tetap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian kiranya yang dapat saya sampaikan dalam kuliah umum kali ini. Akhir kata; semogaTuhanYang Maha Esa, Allah SWT, senantiasa melindungi derap langkah pengabdian kita dalam menuju Indonesia yang jaya.

Sekian dan Terima kasih,
Wassalamualaikum Wr. Wb.,
Syaloom,
Om shanti shanti shanti om.
Panglima TNI,
Hadi Tjahjanto, S.I.P.
Marsekal TNI

DOWNLOAD MEDIA dan Materi RAKERNAS SENKOM 2018 Klik DISINI

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
Senkom Mitra Polri Sidoarjo | Informasi | Komunikasi | Kamtibmas | Rescue I Bela Negara